Nama : Muhammad Anhar Rosyadi
Kelas : 1 IA 25
NPM : 54411762
Manusia dan
Kegelisahan
Di dunia ini tidak ada seorang manusia pun yang
tidak merasakan kegelisahan. Kalau kita melihat seluruh makhluk yang hidup di
muka bumi ini akan kita dapati bahwa manusia dengan tabiatnya senantiasa
dipengaruhi oleh kompleksitas ketakutan yang menuntunnya ke ambang kegelisahan.
Orang-orang di sekeliling kita bahkan dalam diri kita sendiri, baik besar,
kecil, laki-laki maupun perempuan, semuanya merasakan ketakutan atau
kegelisahan; kegelisahan merupakan fenomena umum dan ciri khas yang hanya
dimiliki manusia. Hal ini kiranya memerlukan semacam kesadaran dari kita guna
memikirkan kiat-kiat untuk menghindarinya, paling tidak dengan itu kita bisa
membayangkan kejadian-kejadian yang belum terjadi dan bagaimana cara
menanggulanginya. Sebab pada hakikatnya kegelisahan merupakan reaksi natural
terhadap faktor-faktor dan pengaruh-pengaruh internal maupun eksternal.
Tabiat kehidupan dunia adalah penderitaan,
kesedihan dan kesusahan. Kondisi-kondisi yang meliputi manusia tidak pernah
‘kering’ dari kesedihan atas masalah yang telah dilalui, atau kegelisahan atas
masalah yang sedang menghantui, atau kecemasan atas masalah yang akan diarungi.
Ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada
dalam susah payah.” [QS. al-Balad: 4]
Setiap orang, sesuai dengan kemampuannya
masing-masing, berupaya mengekspresikan kegelisahannya sebagai akibat dari
pengaruh-pengaruh emosional reaktif yang dikhayalkan akan mengancam kehidupan
atau ketenangannya.
Tentu saja kegelisahan yang dialami setiap orang
tidaklah sama, tergantung kepribadian, kebutuhan, keadaan, dan tanggung jawab
masing-masing. Di samping kondisi masa kini serta tingkat keberagamaan mereka. Di
masa lalu, marabahaya yang ditakutkan berupa kelaparan, penyakit, perbudakan,
peperangan dan bencana-bencana alam yang menggiring manusia kepada kegelisahan.
Sementara saat ini terdapat banyak sekali motif yang menjadi pemicu ketakutan.
Secara garis besar; seiring dengan komplikasi peradaban, cepatnya laju
perkembangan teknologi dan sosial, sulitnya untuk beradaptasi dengan
pembentukan budaya yang sangat mengejutkan, perubahan-perubahan besar yang
terjadi pada alam atau negara-negara atau setiap individu dari kita,
perselisihan dalam rumah tangga, sulitnya mewujudkan keinginan-keinginan
pribadi karena godaan-godaan dan cobaan-cobaan hidup yang semakin kuat,
lemahnya nilai-nilai keagamaan pada sebagian orang—yang mana ini merupakan
faktor terpenting dan utama, lahirnya banyak ideologi dan konflik, benturan
pemikiran dan kebudayaan, bahkan enggannya sebagian orang untuk menjalankan
ajaran-ajaran agama, munculnya upaya-upaya untuk menjauhkan agama dari
kehidupan manusia serta ketidakjelasan tujuan, seiring dengan itu semua,
kegelisahan datang menghimpit banyak orang sehingga ia menjadi penyakit jiwa
yang umum terjadi dan sekaligus menjadi pemicu bagi timbulnya penyakit-penyakit
jiwa lainnya.
Selain itu, bertambahnya tingkat ketergantungan
terhadap dunia berikut materi-materinya telah menjadi ancaman terbesar bagi
manusia, yang mana dia menjadi sasaran ‘empuk’ ketakutan dan kegelisahan. Kegelisahan
dan ketakutan yang terjadi secara berulang-ulang seperti ditegaskan oleh banyak
peneliti akan berakumulasi di dalam diri manusia hingga meluap dan efek-efeknya
dapat dirasakan oleh tubuh. Sebagaimana endapan lumpur yang terus-menerus
mengikuti alur sungai untuk kemudian berakumulasi secara perlahan di dasarnya,
dan ketika kuantitasnya melebihi daya tampung alur sungai tersebut, maka ia
akan merubah alur sungai yang membawanya itu sehingga terjadilah banjir yang
menyebarkan marabahaya dan kerugian.
Kegelisahan Merupakan Penyakit yang Paling Sering
Terjadi di Dunia!!
Kegelisahan merupakan penyakit
jiwa yang paling sering terjadi di masyarakat, bahkan jumlah orang yang rutin
melakukan pemeriksaan jiwa dan saraf, serta mereka yang mengalami
problem-problem psikologis terutama kegelisahan terus bertambah. Hal ini
ditegaskan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika dan Inggris.
Badan statistik di Amerika mengungkapkan bahwa 85% orang yang sakit jiwa
terkena kegelisahan. Secara umum kegelisahan terjadi pada anak-anak kecil, atau
pada masa-masa puber dan awal-awal menginjak dewasa, atau pada orang-orang yang
sudah lanjut usia, atau juga pada sebagian besar siswa dan pelajar. Di Inggris,
misalnya, ditemukan bahwa jumlah mahasiswa yang terkena kegelisahan mencapai
9%, dan jumlah mahasiswi mencapai 14%. Sedangkan di Saudi Arabia, para peneliti
menemukan bahwa jumlah orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan kajiwaan
karena kegelisahan mencapai 14.8%, ini selain mereka yang memang enggan
mendatangi para psikiater untuk konsultasi. Di antara mereka bahkan ada yang
berusaha menutup-nutupi kegelisahan yang dideritanya dengan penyakit-penyakit
lain yang kadang-kadang kambuh meskipun sudah diobati, seperti luka pada lambung,
usus besar (kolon), sembelit, bertambahnya asam, serangan jantung, tekanan
darah tinggi, asma, TBC paru-paru, radang rongga, migrain (sakit kepada
separuh), deman, nyeri otot, kemandulan, kelainan seksual dan seterusnya.
Banyak orang yang terlihat merintih karena penyakit-penyakit seperti itu,
padahal sebenarnya mereka merintih karena jiwanya yang berduka atau tidak
stabil.
Kegelisahan tidak lain adalah reaksi natural
psikologis dan phisiologis akibat ketegangan saraf dan kondisi-kondisi kritis
atau tidak menyenangkan. Pada masing-masing orang terdapat reaksi yang berbeda
dengan yang lain, tergantung faktor-faktornya, dan itu wajar. Adapun bahwa
manusia selalu merasa gelisah hingga membuatnya mengeluarkan keringat dingin,
jantungnya berdetak sangat kencang, tekanan darahnya naik pada kondisi apa pun;
maka ini sebenarnya sudah melewati batas rasional. Sebenarnya terdapat
“kegelisahan” yang dibutuhkan untuk menumbuhkan semangat dalam menghadapi
tantangan, untuk menjaga keseimbangan dinamika internal atau untuk meneguhkan
diri, bahkan untuk menggapai ketenangan jiwa yang merupakan tujuan setiap
manusia dan untuk meraih kesuksesan dalam mengarungi kehidupan. Inilah yang
disebut dengan “kegelisahan positif” (al-qalq al-îjâbîy); seperti
kegelisahan seorang siswa sebelum ujian sehingga memotivasinya untuk belajar,
kegelisahan seorang ibu akan anaknya yang masih kecil sehingga mendorongnya
untuk menjaganya dari marabahaya, juga kegelisahan seorang muslim dan
kekuatirannya akan tumbuhnya kemalasan beribadah dalam dirinya sehingga
mendorongnya untuk selalu taat, beristighfar dan bertaubat.
Sedangkan “kegelisahan negatif” (al-qalq
as-salabîy) adalah kegelisahan yang berlebih-lebihan, atau yang melewati
batas, yaitu kegelisahan yang berhenti pada titik merasakan kelemahan, di mana
orang yang mengalaminya sama sekali tidak bisa melakukan perubahan positif atau
langkah-langkah konkret untuk berubah atau mencapai tujuan yang diinginkan,
yaitu kegelisahan dalam ‘menanti-nanti’ sesuatu yang tidak jelas atau tidak
ada. Tentu saja hal ini merupakan ancaman bagi eksistensi manusia sebagai
kesatuan yang integral. “Kegelisahan positif” merupakan dasar kehidupan atau
sebagai kesadaran yang dapat menjadi spirit dalam memecahkan banyak
permasalahan, atau sebagai tanda peringatan, kehati-hatian dan kewaspadaan
terhadap bahaya-bahaya atau hal-hal yang datang secara tiba-tiba dan tak
terduga. Ia juga merupakan kekuatan dalam menghadapi kondisi-kondisi baru dan
dapat membantu dalam beradaptasi. Singkatnya, ia merupakan faktor penting yang
dibutuhkan manusia. Sedangkan “kegelisahan negatif” jelas sangat membahayakan,
seperti gula pada darah; ketika ketinggian kadarnya membahayakan kesehatan
manusia.
Seorang muslim dituntut untuk selalu menjaga
keseimbangan dalam hidupnya, sebab dia sedang hidup dalam suasana yang sarat
dengan kesusahan, penderitaan, peperangan, hal-hal yang tidak terduga dan
mengejutkan. “Kegelisahan negatif” akan mendorong seseorang, melalui hubungan
timbal balik dengan lingkungan dan masyarakatnya, kepada penurunan tingkat
produktivitas dan ketidakharmonisan dengan masyarakatnya tersebut, yang karena
itu akan membawa dampak yang tidak diinginkan bagi kesehatannya, ia merupakan
faktor yang dapat meruntuhkan kepribadian, produktivitas dan keharmonisan
interaksi sosial.
Kita memang tidak mungkin dapat menghentikan
terjadinya segala peristiwa. Kesedihan, kegelisahan, ketakutan dan
perasaan-perasaan lainnya tidak bisa dienyahkan dari kehidupan manusia. Suatu
hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah merubah bentuk-bentuk dan
pengertian-pengertiannya, kemudian mencernanya dan merubahnya dari yang semula
negatif menjadi positif. Manusialah yang membuat pengertian-pengertiannya dan
dia jualah yang selanjutnya memberikan gambaran yang dikehendaki.
Terima kasihh yg sudahh membaca blog
sayaa.......
Salam kenal ^^ sobat, mari berkunjung dan bergabung diblog sederhana == http://jhadiwijaya-jhadiwijayablogspotcom.blogspot.com/
BalasHapus